Rabu, 11 November 2015

Menjadi Wartawan Ekonomi

                                                     Dituntut Peka

                                     
                                          Oleh: Nurkholis Lamaau
                                                        (Jurnalis)

 
     Dalam roda kehidupan, manusia tak pernah lepas dari persoalan ekonomi. Sejak bangun tidur sampai tidur kembali, urusan ekonomi selalu melekat. Begitu banyaknya persoalan ekonomi, sampai-sampai wartawan pun terkadang lupa bila cakupan liputan ekonomi sangatlah luas dan mustahil kehabisan ide. Keberkaitan wacana perekonomian pada sendi-sendi kehidupan sehingga keberadaan wartawan ekonomi yang terampil dan cekatan sangat diperlukan di setiap perusahaan pers.

Hal ini bisa dilihat di sejumlah negara-negara maju. Mulai dari surat kabar, majalah, tabloid ekonomi dan bisnis, menjadi referensi para pengambil kebijakan di level dunia usaha. Pemberitaan mengenai masalah keuangan, baik secara personal maupun global, ternyata sangat dibutuhkan, karena berdampak luas terhadap sisi-sisi kehidupan manusia secara keseluruhan.

Sayangnya, tidak banyak wartawan yang memiliki bekal pelatihan dan pengalaman cukup untuk meliput di bidang yang sangat vital ini, sehingga tak mampu menyuguhkan informasi yang akurat dan bermanfaat terhadap para pembaca.

Wartawan lebih suka menyuguhkan berita komentar politik, yang terkesan lebih cepat selesai dan tak perlu melakukan riset dan analisis mendalam. Karena berita seperti ini kadangkala cukup menjiplak komentar narasumber agar terlihat rapi, dan segera naik cetak.

Berbagai informasi akurat tentang transaksi keuangan, perkembangan ekonomi, kebijakan moneter, perdagangan saham, kondisi pasar secara umum, sangat diperlukan bagi perkembangan dan pertumbuhan demokrasi.

Memang, ada semacam syarat utama dalam liputan ekonomi dan bisnis, yakni meneliti setiap angka. Inilah yang membuat wartawan ekonomi harus memiliki bekal cermat dan sedikit cerewet dalam menanyakan jumlah nilai-nilai bilangan (nilai untung rugi) kepada narasumber dari perusahaan yang bersangkutan. Maka, sudah menjadi suatu kewajiban bagi wartawan ekonomi untuk tidak mempercayai hal-hal permukaan yang disampaikan narasumber sebelum wartawan benar-benar melakukan analisa mendasar berdasarkan kelaziman suatu data.

Setiap data, angka, dan nilai secara spesifik pada berita ekonomi, akan sangat diseriusi para pembaca untuk dijadikan sebagai acuan, rujukan, dan referensi dari gerak-gerik perekonomian. Sebab, ketika wartawan ekonomi melakukan reportase (laporan) tentang ekspor-impor misalnya, maka para pembaca memerlukan data tentang berapa nilai dari kedua aspek tersebut. Begitu pula dengan data penunjang lainnya.

Dengan demikian, maka informasi tersebut membuat pembaca akan memiliki panduan serta bisa membantunya dalam mengencot beberapa komoditas ataupun melakukan efisiensi dari setiap penyerapan.

Jika sudah sangat sering meliput di bidang ini, maka sudut pandang (engel) wartawan ekonomi dengan sendirinya akan berbeda dengan wartawan umum lainnya. Misalnya, even-even nasional yang diselenggaran di suatu daerah, maka wartawan lain tentu akan meliput event-eventnya saja (berita softnews). Sedangkan wartawan ekonomi akan melirik, bagaimana pedagang kaki lima dalam memetik keuntungan dari event tersebut.

Selain itu, misalnya dalam musibah kebakaran. Wartawan pada umumnya akan menyajikan berita seputar sebab-sebab terjadinya kebakaran, tetapi wartawan ekonomi lebih merujuk pada total kerugian yang di alami pascah musibah tersebut. Sehingga secara langsung akan menimbulkan simpati dari seluruh kalangan pembaca yang barangkali ingin mengulurkan bantuannya.

Begitu pula dengan momen politik, seperti pemilihan umum (pemilu), wartawan ekonomi tetap saja dapat menarik issu tersebut khusus di bidang ekonomi. Misalnya, dengan meminta data Bank Indonesia tentang berapa mata uang yang beredar di masyarakat saat kegiatan pemilu. Data ini kemudian diformulasikan dengan data peredaran uang sebelum pesta demokrasi berjalan.

Hal-hal semacam ini akan menumbuhkan minat pengusaha dalam membidik peluang bisnis. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, banyak pelaku usaha yang mendapat tambahan penghasilan, seperti pembuatan bendera, kaus, spanduk, kartu nama, dan atribut partai lainnya.

Tidak hanya itu, kebijakan pemerintah yang bersifat keseragaman menimbulkan suatu inisiatif bagi wartawan ekonomi dengan melihat dampak daripada kebijakan di sejumlah daerah.

Misalnya melalui nawacitanya Pemerintah Jokowi dalam menunjang penguatan tol laut, berinisiatif melakukan impor kapal dari China. Maka, tugas wartawan ekonomi bisa mempertanyakan apa dampaknya terhadap Industri kapal dalam negeri ke PT Industri Kapal Indonesia.

Selain itu, belum lama ini, kabut asap yang terjadi di Riau, Sumatera dan beberapa daerah lainnya yang sempat membuat beberapa paskapai penerbangan kebablasan. Maka dengan inisiatif yang cekatan, wartawan ekonomi menanyakan ke para pengusaha jasa logistik, tentang bagaimana dampak dari kabut tersebut, bagaimana akurasi jadwal yang ditetapkan ke pengguna jasa, apakah ada kerancuan jadwal dalam proses pengiriman barang, dan masih banyak lagi.

Tidak hanya itu, dalam bisnis properti misalnya. Meski sama-sama rumah dengan tipe 38 meter persegi, namun fasilitas serta data penunjang lainnya akan menentukan perbedaan harga jual. Sehingga pembaca akan melakukan analisa, yakni, dengan membeli rumah tipe 38 di komplek A yang murah, dengan membeli rumah dengan tipe yang sama di komplek B yang lebih mahal.

Tugas wartawan hanya menyajikan data secara lengkap, dan keputusan tetap di tangan pembaca. Karena angka dan data yang ditulis secara spesifik akan menjadi pembeda antara objek yang satu dengan lainnya, walaupun pada dasarnya sama.

Tentu banyak sektor yang dapat dijadikan sebagai inisiatif untuk dipertanyakan. Inilah fungsi wartawan ekonomi yang benar-benar menjadi pemandu ekonomi dan bisnis yang baik. Maka, sudah barang tentu wartawan ekonomi tanpa ragu-ragu menanyakan tentang angka, baik keuangan, pemasukan, pengeluaran, dan bahkan kerugian.(*)