Minggu, 12 Juni 2016

UPEKS dan Pilihan Profesi

(Catatan Singkat Dalam Memperingati Awal Penerbitan Harian Ujungpandang Ekspres Yang Ke - 16)

Oleh : Nurkholis Lamaau
(Mantan Jurnalis Harian Ujungpandang Ekspres)

Setahun lebih (2014-2016) saya bekerja di Harian Ujungpandang Ekspres, salah satu media di bawah naungan Fajar Group, yang juga satu group dengan Jawa Post Nasional Network (JPNN).

Sesuai dengan taklinenya 'Barometer Bisnis Terdepan', maka Harian Ujungpandang Ekspres, atau biasa disingkat UPEKS, merupakan koran ekonomi lokal di Sulawesi Selatan (Sulsel) yang masih tetap eksis hingga sekarang.

Di tahun 2014, saya mulai berkiprah di Upeks sebagai reporter magang. Saat itu, saya direkomendasikan oleh sahabat saya, Srahlin Rifaid untuk bergabung di Upeks. Kini, pria asal Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang kerap disapa Lin, sudah berkiprah di salah satu media online di Makassar sebagai wartawan olahraga.

Saat itu, saya diterima langsung oleh Muhammad Akbar sebagai Pemimpin Redaksi (Pemred). Sejak bergabung di Upeks, saya mendapat banyak pengalaman, terutama dalam hal peliputan yang tak dapat saya ceritakan satu persatu. Namun, pengalaman pertama sebagai reporter magang di Upeks adalah meliput HUT Persatuan Hotel dan Restaurant Indonesia (PHRI) Sulsel, yang digelar di Gedung Mulog.

Saat itu, Kordinator Liputan (Korlip), Andi Jasruddin memberi penugasan kepada saya. "Kamu ke Gedung Mulog sekarang. Nanti ketemu dengan fotografer Upeks, H. Yusuf. Nanti dia yang arahkan," ucap Jasruddin kepada saya waktu itu.

Pria yang kerap di sapa Andi Jas begitu tegas dalam memberi penugasan. Ada beberapa perhatian yang ia sampaikan kepada saya. Pertama, handphone harus aktif 24 jam. Kedua, wajib mengangkat telpon, dan ketiga, selalu membangun komunikasi dalam setiap peliputan.

Pak Andi Jas jika dilihat sepintas memang memberi sinyal ketegasan yang terurai dari raut wajahnya. Namun, diluar dari pekerjaan, beliau sangat akrab dan intens dalam memberikan perhatian kepada kami para reporter.

Di dapur redaksi, saya di bawah kendali Ibu Sukawati, selaku redaktur pada rubrik Jasa dan Niaga. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Beberapa bulan kemudian, Ibu Sukawati digantikan oleh H. Abdul Jabbar untuk menangani rubrik tersebut. Nah, dari H. Abdul Jabbar inilah saya di tempa secara militansi.

Pria yang seringkali melahirkan lelucon tak terduga ini pernah mengeluarkan satu ungkapan akronim terhadap nama dari media tempat saya bekerja.

"Upeks itu singkatan dari Universitas Pencipta Karyawan Sukses," ucap H. Abdul Jabbar saat rapat redaksi di waktu itu. Tentu, istilah yang tak pernah terbayangkan ini membuat saya tertawa.

Di bawah kendalinya, saya benar - benar merasakan menjadi seorang jurnalis sejati. Bagi saya, beliau adalah redaktur yang sangat tegas, keras, dan konsisten. Menjadi wartawan di bawah kendalinya, jangan sekali-kali kau katakan, "hari ini tidak ada berita pak,". Dijamin, kritikan-kritikan pedasnya bakal membuatmu K.O.

Kini, tepat di Tanggal 12 Juni 2016, media ekonomi yang menjadi barometer bagi para pengusaha lokal masyarakat Sulsel tersebut telah memasuki usia yang ke - 16. Walaupun saya sudah tidak berada di Upeks, namun bagi saya, Upeks adalah perusahaan pers yang benar-benar menciptakan karyawan sukses. Hal ini terbukti, sebab banyak jeblosan-jeblosan Upeks yang menjadi wartawan handal di media tempat mereka bekerja.

Dari upeks, saya banyak belajar tentang prinsip dan kaidah-kaidah jurnalistik. Di Upeks, saya banyak memahami tentang ekonomi. Walaupun saya bukan sarjana ekonomi, tetapi bersama Upeks, saya dapat menyimpulkan bahwa ekonomi adalah ilmu yang mencoba berbicara tentang kebutuhan, nasib, siasat dan rekayasa, persaingan, kekuasaan, keberpolitikan, dan perang. Dan dari Upeks-lah saya menjatuhkan pilihan untuk tetap menjadi jurnalis.

"Untuk upeks, teruslah terbit dalam memberikan gambaran perekonomian dari sisi-sisi lain yang menjadi kekhasannya." (*)

Sabtu, 11 Juni 2016

10 Jam Dipermainkan Gelombang

Subuh itu, seusai sahur, kami dari tim yang tergabung dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Ternate, Basarnas Maluku Utara, Palang Merah Indonesia (PMI) Maluku Utara, dan Kodim 1501 Ternate serta sejumlah Jurnalis, berkumpul di Dermaga Dufa-Dufa, Kecamatan Ternate Utara Kota Ternate, Kamis 9 Juni 2016.

Rencananya, kami akan membawa sejumlah bahan logistik dan sekaligus melakukan verifikasi data kerusakan bangunan di Kecamatan Pulau Batang Dua, akibat musibah gempa tektonik 6,6 SR, yang melanda wilayah Maluku Utara beberapa hari kemarin.

Terlihat, beberapa teman jurnalis sedang membuka handphone smartphone. Rupanya mereka tengah memperhatikan jarak tempuh antara Ternate - Pulau Batang Dua di Google Maps. Maklum, selain jarak yang sangat jauh, disamping itu, perairan di seputaran Batang Dua dikenal dengan gelombang yang menggunung. Was-was campur tugas kian beraduk.

Saat itu, kami menggunakan speed yang seringkali digunakan untuk rute Ternate - Jailolo. Saya lupa namanya, namun speed yang kami gunakan saat itu cukup besar.

Setelah semua bahan logistik dinaikkan, kami pun dipersilahkan memasuki speed. Tidak menunggu lama, speed dengan daya tampung 60 orang serta mesin PK 40 sebanyak 5 buah yang menempel di buritan akhirnya dihidupkan. Kami pun berangkat, berlayar membelah lautan.

Hari mulai pagi, saya menoleh ke belakang, terlihat Gunung Ternate dan Hiri mulai membiru, pudar, ditelan jarak pandang. Dari arah utara, buih putih dengan gelombang sebesar gunung mulai mengoyang speed yang kami tumpangi. Seketika kami seolah dihempas kiri dan kanan. Saat itu, perjalanan memakan waktu sekitar 5 jam. Dan selama itu pula kami dipermainkan gelombang. Jendela speed pun kami tutup agar tidak kemasukan air. Perjalanan yang sangat menegangkan.

Juru mudi yang membawa kami rupanya sangat berpengalaman. Terlihat ia sangat serius menyesuaikan naluri dengan lautan. Sesekali memperhatikan arah kompas yang tersedia di depan stir kemudi.

Pukul 11.00 WIT. siang, kami pun tiba di Pelabuhan Pulau Batang Dua. Pekerjaan pun di mulai. Masing-masing tim mulai mengambil tugas. Ada yang melakukan survei, membagikan stok ke wilayah yang mengalami dampak kerusakan, dan kami, Jurnalis, tentu melakukan peliputan.

Pukul 03.00 WIT, pekerjaan pun selesai. Kami pun kembali menaiki speed. Walaupun gelombang yang menerpa kami tak seganas saat bepergian, namun guncangan-guncangan kecil masih tetap di rasakan.

Waktu perjalanan pulang dari Pulau Batang Dua ke Ternate pun sama, 5 jam. Hari mulai magrib ketika memasuki Ternate. Dan Alhamdulillah, kami yang masih konsisten dalam menjalankan ibadah puasa akhirnya berbuka di atas speed.(*)