Minggu, 04 Desember 2016

Organisasi dan Tujuan Ganda

                               
                                        Oleh: Nurkholis Lamaau

Pada hakikatnya, organisasi adalah alat (organon) yang memiliki tujuan ganda. Selain bertujuan sebagai solusi untuk memecah masalah di kalangan masyarakat luas, organisasi juga bertujuan sebagai refleksi pembenahan diri (individu) dalam setiap tindakan yang dilakukan.

Dalam pandangan Aristoteles, organisasi secara etimologi terbagi dua, yakni organon (alat) dan sasi (proses). Sedangkan secara terminologinya, dapat dikatakan sebagai wadah berkumpulnya dua orang atau lebih, yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama.

Di berbagai organisasi formal, materi keorganisasian sudah menjadi hal yang umum dalam proses kaderisasi. Berbagai kerangka keorganisasian kerap dijelaskan secara gamblang oleh pemateri. Namun pada orientasinya, organisasi senantiasa mengalami berbagai macam hambatan, terutama pada kinerja bidang struktur. Jika dirunut, persoalan ini hanyalah persoalan kesadaran tanggungjawab anggota sebagai pelaku keorganisasian. Pengalaman penulis, beberapa organisasi kedaerahan yang dimasuki, seringkali mengalami hal-hal seperti ini. Mungkin, diluar dari ini (organisasi primodial) juga mengalami hal yang sama. Hanya saja, dengan dinamika yang berbeda.

Memang, inilah dinamika organisasi, yang terlalu naif untuk berkesimpulan bahwa, kelemahannya terletak pada kinerja seorang pemimpin. Bukankah fungsi pemimpin dalam suatu organisasi hanyalah pengontrolan secara terus-menerus (continue). Sedangkan yang menjadi pengerak roda keorganisasian adalah bidang-bidang struktural. Nah, jika berangkat dari pandangan Aristoteles (organisasi-alat) maka secara hakikat tentu melekat pada individu. Hanya saja, implementasi dalam pergerakan visi misi tidak berjalan maksimal.

Harus diakui bahwa memang, setiap orang memiliki alasan yang berbeda dalam berorganisasi. Ada yang sekedar ikut-ikutan (iko-iko rame), sekedar mengusir kesepian, sekedar coba-coba, hingga memiliki tujuan lain, seperti mencari pasangan hidup (pacar), misalnya. Namun, penulis tidak mau terpaku lama pada persoalan ini. Sebab itu masih dalam batas kewajaran. Hanya saja, karsa (daya dorong) sebuah kesadaran dalam menemukan kedirian dan tujuan orientasi hidup dalam berorganisasi terhempas jauh dari hakikat lembaganya. Organisasi hanya dianggap sebagai sebuah " kesempatan " untuk menjawab berbagai macam alasan, yang diuraikan di atas. Maka pada akhirnya, organisasi seolah tidak mampu menjawab tujuannya. Ia seakan kehilangan ciri, makna, dan nilai untuk menjawab segala persoalan.

Selain itu, alasan yang paling sering penulis temui (yang dimasuki) dalam organisasi adalah, kekakuan anggota. Anggota seakan cenderung memiliki sebuah sistem multi. Antara organiasi dan desakan akademik. Walau hal ini lebih pada urusan managemen waktu, namun realitasnya, akademik seakan menjadi suatu lembaga tawar yang memberikan segala kepastian. Baik kepastian keilmuan, kepastian status/gelar, dan juga kepastian masa depan.

Untuk persoalan ini, ada semacam tekanan yang diterima. Beberapa pengakuan dari anggota yang penulis temui mengungkap berbagai  pelik yang dilatari dari dua hal. Pertama, ada dosen yang melarang berorganisasi. Katanya, organisasi hanya menghambat proses akademik. Kedua, orang tua. Entah kenapa. Disini, penulis tidak mau berspekulasi. Mungkin, jika dikaitkan dengan realitas yang ada, orang yang berorganisasi selalu terlambat dalam menyelesaikan study akademiknya. Sehingga, hal semacam ini terkonstruk dalam pemikiran dosen, orang tua, dan pelaku organisasi. Maka secara tidak langsung, organisasi memiliki pandangan negatif sebagai penghancur masa depan.

Jika dilihat, pendidikan di bangku akademik semacam candu sekaligus penjara. Implikasinya kerap berpengaruh pada mahasiswa yang bersangkutan. Tak heran jika muncul sebuah pameo "Mahasiswa 4 - K" yang berarti Kampus, kost-kostsan, kiriman, dan kampung. Dimana, bangun pagi-pagi ke kampus, apapun yang terjadi. Kadang - kadang, diselinggi tulisan " semoga tidak ada dosen ", ada juga " bosan di dalam ruangan ", dan berbagai macam keluhan. Namun, secara rutin terus dijalani. Ini candu. Sebab, di dunia akademik, proses interaksi hanya terjadi dalam satu arah. Dosen membaca, mahasiswa menulis. Sudah, itu saja. Selesai dari situ, lanjut ke kost-kostsan. Sukur-sukur kalau ada buku yang dibaca, sekedar menambah referensi. Disamping itu, dalam rutinitas yang dijalani, kiriman dan khayalan, "kapan libur" untuk Pulang Kampung, seakan menjadi penantian yang dirindukan mahasiswa tipe 4-K ini. Tak heran jika yang bersangkutan seakan mengalami krisis orientasi.

Padahal organisasi, oleh Aristoteles sebagai alat (organon) adalah kesempatan untuk mengembangan potensi kedirian. Karena jika dilihat, interaksi dalam organisasi terjadi dalam dua arah (feedback), sementara akademik hanya satu arah. Maka, disini akan terjadi sebuah aksiden seiring proses yang dilalui. Sebab selain sebagai tujuan pengembangan diri, organisasi juga sebagai alat untuk memecah berbagai problematika yang terjadi di lingkup masyarakat. Karena permasalahan di dalam masyarakat sosial seakan menjadi bagian dalam sistematika kehidupan. Olehnya itu, dibutuhkan suatu alat (organisasi) untuk menjawab itu.

Masyarakat oleh Aristoteles adalah Zon Politikon (Mahkluk Sosial). Maka dengan organisasi, tentu kita menjadi bagian dari itu. Karena, kadangkala lingkungan kerap membuat kita menjadi sesorang yang individualsitik. Kita seakan tidak memperdulikan orang lain, maka pada akhirnya kita menjadi seorang yang berkarakter sekuler, materialisme, dan lain-lain.

Berbicara organisasi, penulis sengaja mengarah pada perspektif Islam yang memiliki konteks kelompok, dan tujuan sosial. Pertama, dalam QS. Al-Hujarat ayat 13, dikatakan, " Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal,".  Kemudian dalam QS. An-nisa, ayat 71 dijelaskan, "Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama! ". Lalu, dalam QS. Al-imran ayat 104, "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung,".

Dalam penggalan ayat di atas, jika dikaitkan dengan organisasi, bukankah secara terminologi, adalah sebuah wadah yang memberi manfaat untuk saling kenal mengenal antar satu sama lain dengan tujuan yang sama. Tujuan yang mengurus kemaslahatan ummat?. Maka, organisasi sebagai alat yang di dalamnya terhimpun sekelompok orang dengan tujuan yang sama, semestinya berada pada posisi ini. Bukan merusak masa depan. Salam mesrah untuk dosen dan orang tua.